TEKS BERJALAN KE KIRI

Pages

Jumat, 24 April 2015

KARAKTERISTIK TERJEMAH AL-QUR`AN DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA EDISI PERTAMA
A.  Pendahuluan

Secara tekstual, al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih dan jelas sebagai mukjizat Nabi Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam untuk melemahkan syair-syair jāhilī pada waktu itu. Namun al-Qur`an tidak hanya merupakan kitab suci yang dispesifikasikan untuk bangsa Arab, melainkan untuk semua manusia. Dan itu sangat relevan sekali dengan namanya, yaitu al-Qur`an, yang tidak hanya untuk dibaca, tapi juga juga dipahami isi-isi kandungan yang tersirat dan tersurat di dalamnya.
Memahami al-Qur`an tidak semudah seperti halnya memahami koran, sebab selain balāghah-nya yang tinggi, bahasanya pun masih terbilang asing bagi masyarakat awam yang non-Arab. Oleh karena itu, muncullah inisiatif-inisiatif baru untuk menerjemahkan al-Qur`an ke berbagai bahasa, khususnya bahasa Indonesia yang sebagaimana dilakukan oleh instansi Departemen Agama Republik Indonesia.
Hadirnya terjemahan tersebut bukan merupakan acuan esensial, namun hanya bersifat sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami al-Qur`an tingkat dasar. Sehingga orang awam tidak buta pengetahuan dengan kita sucinya.
Berdasarkan ulasan ini, maka limitasi yang akan dibahas di dalam makalah ini di antaranya meliputi: sekilas tentang sejarah penerjemahan al-Qur`an di Indonesia, sejarah penulisan terjemah al-Qur`an Departemen Agama, metode interpretasi yang digunakan, dan konsentrasi terhadap aya-ayat spesifik yang mengacu pada penafsiran huruf muqaṭṭa’ah, ayat-ayat antropomorfisme, ayat tentang ulī al-amr, ayat poligami, dan ayat min nafs wāḥidah.


B.  Sekilas tentang Sejarah Penerjemahan al-Qur`an di Indonesia


Al-Qur`an telah diterjemahkan pada pertengahan abad ke XVII oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī[1] ke dalam bahasa Melayu. Walaupun terjemahan ini hanya ditinjau dari sudut pandang ilmu bahasa Indonesia modern yang belum sempurna, tetapi pekerjaan ini mampu memberikan kontribusi besar terhadap rintisan awal terjemahan di Indonesia.
Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, mulai bemunculan sejumlah terjemahan al-Qur`an, baik dalam bentuk juz per juz, maupun seluruh isi al-Qur`an. Dan usaha ini di dukung oleh gerakan nasional yang disebut dengan “sumpah pemuda” pada tahun 1928.
Pada tahun 1938, Maḥmūd Yūnus menerbitkan Tarjamah al-Qur`an al-Karīm, yang telah dimulai pada tahun 1924. Ini merupakan karya pertama yang dapat diakses dalam bahasa Melayu untuk keseluruhan ayat al-Qur`an, sejak karya ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī (Tarjumān al-Mustafid) yang muncul sekitar tiga abad sebelumnya.[2]
Proses terjemahan tersebut semakin cepat setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945. Ada beberapa terjemahan al-Qur`an, salah satunya adalah al-Qur`an dan Terjemahnya, yang dicetak pertama kali pada tahun 1970.[3] Karya ini telah dicetak ulang beberapa kali, termasuk perubahan dalam ejaan bahasa Indonesia. Teks Arab dan Indonesia dicetak berdampingan, sementara penjelasan dan catatan ditulis dalam footnote.[4]
Melihat fenomena tersebut, pemerintah Republik Indonesia menaruh perhatian besar terhadap terjemahan al-Qur`an. Hal ini terbukti bahwa penerjemahan al-Qur`an termasuk dalam pola I Pembangunan Semesta Berencana, sesuai dengan keputusan MPR. Untuk merealisasikan pekerjaan ini, Menteri Agama telah membentuk Sebuah instansi yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S. H. (mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), yang beranggotakan ulama-ulama dan sarja-sarjana Islam yang mempunyai keahlian dalam bidangnya masing-masing.
Setelah adanya dukungan dari Menteri Agama Republik Indonesia di Arab Saudi, akhirnya karya terjemahan tersebut memiliki status de facto sebagai terjemahan al-Qur`an berbahasa Indonesia. The King Fahd Complex for the Printing of the Holy Qur`an mencetak ulang terjemahan tersebut dengan format yang bagus, dan diberikan kepada para jamaah haji Indonesia dan segenap pengunjung Tanah Haram.[5]
Atas masukan dan saran masyarakat, dan Pendapat Musyawarah Kerja Ulama al-Qur`an ke XV (23-25 Maret 1989), terjemahan al-Qur`an tersebut disempurnakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur`an.
Adapun di antara terjemahan-terjemahan al-Qur`an ke dalam bahasa Indonesia adalah terjemahan yang dilakukan oleh Kemajuan Islam Yogyakarta; Qur`an Kejawen dan Qur`an Sundawiyah; penerbit-penerbit percetakan A.B. Sitti Syamsiah Solo, di antaranya tafsir Hidāyah al-Raḥman oleh K.H. Munawar Chalil; tafsir Qur`an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), al-Furqān oleh A. Hasan Bandung (1928); dan lain sebagainya.

C.  Sejarah Penulisan Terjemahan al-Qur`an Departemen Agama Edisi Pertama

Terjemah al-Qur`an Departemen Agama adalah sebuah karya tim para ulama dan cendekiawan Indonesia. Tim ini terbentuk berdasarkan SK Menteri Agama No. 90 tahun 1972. Kemudian terbit lagi KMA No. 8 tahun 1973 yang berfungsi untuk menyempurnakan KMA 1972. Tim ini yang kemudian dinamakan sebagai Dewan Penyelenggara Tafsir al-Qur`an yang diketuai oleh Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H. dengan anggota yang terdiri dari 10 orang[6].
Al-Qur`an dan terjemahnya ini merupakan hasil kerjasama antara Indonesia dan Arab Saudi melalui hubungan bilateral yang baik. Terutama melalui peran penting ‘Abdul Wahab Ahmad Abdul Wāṣī, Menteri Haji dan wakaf Arab Saudi yang juga sebagi penasehat komplek percetakan al-Qur`an Raja Fahd.[7]
Penulis, secara pasti belum megetahui kapan terjemah al-Qur`an Departemen Agama ini mulai ditulis, namun, sebagaimana observasi penulis, bahwa proses penerjemahan ini menghabiskan waktu selama delapan tahun. Hal tersebut dapat diketahui dalam kata pengantarnya sebagai berikut:
Dengan rasa syukur telah dapat mengantarkan kepada masyarakat terbitnya kitab Al Qur’an dan Terjemahnya, terdiri dari satu jilid saja yang berisikan 30 juz. Adapun isinya sama saja dengan isi kitab Al Qur’an dan terjemahnya jilid kesatu, kedua dan ketiga dengan adanya perbaikan-perbaikan terhadap beberapa kekeliruan-kekeliruan yang dijumpai pada kitab Al Qur’an dan Terjemahnya. Di dalam masa-masa yang kami lalui selama 8 tahun mengerjakan tugas berat yang dipukulkan kepada kami ini dengan melalui bermacam-macam kesulitan, kami tidak dapat melupakan jerih payah kawan-kawan anggota “Dewan Penterjemah” yang sejak semula sampai selesainya tugas ini tekun memberikan waktunya yang berharga baik siang maupun malam dengan tidak mengenal lelah, kepada mereka kami banyak-banyak mengucapkan terima kasih.[8]


Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 1970. Dan telah mengalami beberapa kali revisi, termasuk dalam ejaan bahasa Indonesia, teks Arab dan terjemahan Indonesia dicetak berdampingan, sementara penjelasan dan catatan ditulis dalam footnote (catatan kaki).


D.  Metode Interpretasi

Terjemah al-Qur`an Departemen Agama jika dipandang dari aspek sumber penafsirannya maka akan masuk dalam ranah interpretasi bi al-ra’yi al-muḥmūd[9]. Hal itu dapat diketahui dari asal menafsirkan sebuah ayat-ayat al-Qur`an yang lebih cenderung ringkas dan hanya menitikberatkan pada substansi makna secara singkat yang terkandung dalam sebuah ayat al-Qur`an.[10]
Adapun cara penjelasan yang terdapat dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama kecenderungannya mengikuti metode bayānī, yaitu sebuah macam penafsiran yang memfokuskan cara penjelasan ayat secara mandiri tanpa mempertimbangkan atau mengkomparasikan pendapat-pendapat lain yang dapat terjerumus dalam perdebatan di setiap suatu masalah, sehingga penjelasannya akan semakin meluas tanpa adanya sebuah limitasi yang pasti. Apabila ditinjau dari aspek keluasan penjelasannya, maka Terjemah al-Qur`an Departemen Agama termasuk dalam jenis ijmālī[11]. menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan cara yang sangat global dan singkat.
Mengenai sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan Terjemah al-Qur`an Departemen Agama ini mengikuti metode taḥlīlī, yaitu sebuah sistematika penafsiran yang mengupas ayat demi ayat secara analisis berdasarkan awal surat dalam al-Qur`an hingga akhir surat.
Secara garis besarnya Terjemah al-Qur`an Departemen Agama merupakan kitab tafsir al-Qur`an yang masuk dalam kategori kitab tafsir tarjamah tafsīriyyah[12], yaitu menjelaskan makna teks al-Qur`an dengan menggunakan bahasa lain, tanpa memandang urutan teks juga tanpa memandang semua makna yang dikehendaki. Demikian itu, pemahaman diambil dari substansi teks, kemudian disusun dengan bahasa penerjemah yang dapat mendatangkan penjelasan sesuai dengan tujuan yang dianalogikan dari dalam teks al-Qur`an.

E.  Konsentrasi terhadap Penafsiran Ayat-ayat Spesifik

Bab ini akan mencoba untuk menelisik sejauh mana penafsiran yang terdapat dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama terkait ayat-ayat tertentu seperti huruf muqaṭṭa’ah, ayat-ayat antropomorfisme, ayat tentang ulī al-amr, ayat poligami, dan ayat min nafs wāḥidah. Berikut adalah penjelasan mengenai poin-poin ayat tersebut:
1.    Huruf Muqaṭṭa’ah
Huruf muqaṭṭa’ah secara keseluruhan dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama tidak ditafsirkan secara imajinatif, hanya saja ditranslitrasi dalam bahasa Indonesia dengan ejaan alif laam miim. Kemudian diberi catatan bahwa huruf-huruf abjad (muqaṭṭa’ah) yang terletak pada sebagian dari surat-surat al-Qur`an ada di antara sebagian ahli tafsir yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, karena dianggap sebagai ayat-ayat mutashābihāt. Sedangkan golongan lain yang mencoba untuk menafsirkannya adalah bahwa mereka memandang sebagai nama surat. Ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf muqaṭṭa’ah itu berfungsi untuk menarik respons para pendengar agar memperhatikan al-Qur`an, dan juga untuk mengisyaratkan bahwa al-Qur`an diturunkan dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf muqaṭṭa’ah.[13]
2.    Ayat-ayat Antropomorfisme[14]
Disini penulis akan mengambil satu sampel ayat tentang antropomorfisme yang terdapat dalam surat al-Fatḥ (48): 10:
يد الله فوق أيديهم
Tangan Allah di atas tangan mereka
Tangan Allah di atas tangan mereka, ini merupakan penjelasan dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama. Dan ini juga membuktikan bahwa lafal yad yang dinisbatkan kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tidak ditakwil dengan menggunakan makna yang lebih marjūḥ sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama belakangan. Namun di sisi lain ada catatan penjelasan terkait yang dimaksud dengan tangan Allah di atas tangan mereka adalah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam sama halnya berjanji dengan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Jadi seakan-akan tangan Allah di atas tangan-tangan orang yang berjanji tersebut. Dan perlu diketahui bahwa Allah Subḥānahu wa Ta’ālā Maha Suci dari segala sifat yang menyerupai makhluk-Nya.[15]
3.    Ayat Ulī al-Amr
Lafal ulī al-amr dalam al-Qur`an disebutkan dua kali dalam surat al-Nisā`, yaitu pada ayat 59[16] dan 83[17]. Mengenai ayat 59 Terjemah al-Qur`an Departemen Agama tidak menjelaskan secara rinci tentang substansi makna ulī al-amr dalam ayat tersebut. Namun dalam ayat 83 sedikit dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ulī al-amr adalah tokoh-tokoh Sahabat dan para cendekiawan.[18] Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa ulī al-amr merupakan orang-orang yang mempunyai otoritas dan integritas tertinggi dalam merealisasikan semua tindakan.
4.    Ayat Poligami
Problematika tentang poligami sering kali diperdebatkan dalam surat al-Nisā` (48): 10[19]. Secara garis besar Terjemah al-Qur`an Departemen Agama menjelaskan bahwa Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turunnya ayat ini poligami memang sudah ada dan pernah juga dijalankan oleh para Nabi sebelum nabi Muhammad Ṣalla Allah ‘Alayhi wa Sallam. Ayat ini membatasi poligami sampai empat istri saja.[20]
5.    Ayat Min Nafs Wāḥidah
Interpretasi terhadap redaksi ayat min nafs wāḥidah dalam ayat pertama surat al-Nisā` dijelaskan Terjemah al-Qur`an Departemen Agama menurut beberapa pendapat para mufassir. Menurut mayoritas ulama ahli tafsir min nafs wāḥidah ditafsirkan dengan tulang rusuk nabi Adam Alayhi al-Salām. Selain itu, ada pula yang menafsirkan dengan unsur yang serupa, yaitu tanah yang diciptakan menjadi nabi Adam Alayhi al-Salām.[21]
F.   Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi penjelasan tentang karakteristik karakteristik Terjemah al-Qur`an Departemen Agama Republik Indonesia edisi pertama diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagaimana berikut:
1.    Penerjemahan al-Qur`an telah dimulai pada pertengahan abad ke XVII oleh ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī ke dalam bahasa Melayu dan berlangsung hingga sekarang;
2.    Terjemah al-Qur`an Departemen Agama adalah sebuah karya tim para ulama dan cendekiawan Indonesia, dan juga merupakan hasil kerjasama antara Indonesia dan Arab Saudi melalui hubungan bilateral yang baik;
3.    Metode interpretasi Terjemah al-Qur`an Departemen Agama ditinjau dari sumber penafsirannya adalah al-ra’yi al-muḥmūd, cara penjelasan menggunakan metode bayānī, aspek keluasan penjelasannya adalah ijmālī, sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan adalah taḥlīlī, dan secara garis besarnya Terjemah al-Qur`an Departemen Agama merupakan kitab tafsir al-Qur`an tarjamah tafsīriyyah;
4.    Huruf muqaṭṭa’ah secara keseluruhan dalam Terjemah al-Qur`an Departemen Agama tidak ditafsirkan secara imajinatif;
5.    Ketika menyinggung ayat-ayat tentang antropomorfisme, maka tidak melakukan sebuah penakwilan;
6.    lafal ulī al-amr dijelaskan sebagai tokoh-tokoh Sahabat dan para cendekiawan. Kalau sekarang dapat dikorelasikan dengan tokoh agama dan intelektual;
7.    poligami hanya dibatasi pada empat istri;
8.    Redaksi ayat min nafs wāḥidah ditafsirkan sebagai tulang rusuk Adam Alayhi al-Salām dan tanah yang diciptakan untuk mewujudkan Adam Alayhi al-Salām.


Bibliografi
Departemen Agama RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya. Arab Saudi: Fahd bin ‘Adb al-‘Azīz al-Sa’ūd. Tth
Dhahabī (al-), Ḥusain, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Ttp: Mus’ab bin ‘Umair. 2004
Jhons, Anthony H. “Tafsir al-Qur`an di Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian Awal”. Jurnal Studi al-Qur`an. 3. (2006)
Rajasa, Sutan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Karya Utama. 2002
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah. 2014
Zarqānī, (Al). Manāhil al-Qur`an. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah. 2010



[1] ‘Abd al-Ra`ūf al-Sinkīlī adalah ulama asal Sinkel, Aceh, Sumatra pertama yang mempelajari pendidikan di Madinah dan beberapa kota di Arab Saudi dalam jangka waktu yang lama. Dan terkenal dengan kitab fonumenalnya yang berjudul “Tarjumān al-Mustafīd”.
[2] Anthony H. Jhons, “Tafsir al-Qur`an di Indonesia-Melayu: Sebuah Penelitian Awal”, Jurnal Studi al-Qur`an, 3, (2006), 481.
[3] Terjemahan ini merupakan topik pembahasan utama dalam makalah ini.
[4] Ibid, 482.
[5] Ibid.,
[6] Orang-orang tersebut adalah Hasbi al-Siddiqi, Bustami A. Ghani, Muchtar Yahya, Toha Yahya Umar, Mukti Ali, Kamal Muchtar, Gazali Thaib, Musaddad, Ali Maksum, Busjairi Madjidi.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Arab Saudi: Fahd bin ‘Adb al-‘Azīz al-Sa’ūd, tth), 5.
[8] Lihat kata pengantarnya Soenarjo dalam terjemah al-Qur`an Departemen Agama halaman 9.
[9] Sebuah rasionalitas penafsiran yang disandarkan pada jalur yang benar dan tidak jauh dari unsur kesesatan. Lihat. Al-Zarqānī, Manāhil al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010), hlm. 293.
[10] Contoh dapat dilihat dari semua ayat yang ditafsirkan.
[11] menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan cara yang sangat global dan singkat. Lihat. Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), 119.
[12] Ḥusayn al-Dhahabī, Tafsīr wa al-Mufassirūn, (Ttp: Mus’ab bin ‘Umair, 2004), 1:21.
[13] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, 8.
[14] Istilah antropomorfisme dalam kamus ilmiah dijelaskan sebagai bentuk meletakkan sifat-sifat manusia kepada bukan manusia atau kepada alam. Istilah ini juga digunakan untuk memberikan gambaran tentang sifat Tuhan dengan sifat-sifat dan bentuk manusia. Lihat. Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), 39.
[15] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, 838.
[16] يأيها الذين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم فإن تنازعتم في شيئ فزدوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ذلك خير وأحسن تأويلا.
[17] وإذا جاءهم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به ولو رَدوه إلى الرسول وإلى أولى الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم ولولا فضل الله عليكم ورحمته لاتبعتم الشيطان إلا قليلا.
[18] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, 130 dan 132-133.
[19] وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلث وربع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما ملكت أيمانكم ذلك أدنى ألا تعولوا.
[20] Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Terjemahnya, 115.
[21] Ibid, 114.


0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com